Tentang Interaksi Anak dengan Gadget

Tentang Interaksi Anak dengan Gadget

Pernah mendengar Amanda Todd? Dia adalah seorang remaja usia 15 tahun yang tewas mengenaskan akibat bunuh diri setelah percobaannya yang kesekian kalinya. Hidup yang dijalaninya selama kurang lebih 3 tahun sebelum dia bunuh diri sangat memprihatinkan. Amanda, seorang remaja belia yang seharusnya tengah sibuk menemukan passion dan menikmati gerbang kedewasaan, didera depresi berat akibat cyber bullying yang membawa kepada bullying di dunia nyata.

Amanda mulai aktif di sosial media sejak kurang dari 12 tahun. Berkenalan dengan orang asing membuatnya bahagia, bereksplorasi di dunia maya menjadi kesibukannya bersama teman-temannya. Dia mendapatkan pengakuan, pujian dan kebanggaan lewat ruang maya yang ada di layar gadgetnya.

Hal ini sering membuat saya berpikir, kenapa bisa terjadi? Apa yang salah?

Apakah kita boleh menyalahkan teknologi internet beserta gawai elektronik yang kian canggih dan user-friendly bagi setiap orang, bahkan anak-anak ini?

Apa Efek Negatif dari Interaksi Anak dengan Gadget?

Saya sering bertemu dengan para orangtua yang mengatakan, anak-anaknya jadi pintar karena gadget. Bahkan batitanya yang berusia 2-3 tahun ternyata mahir menggerakkan jari-jarinya di layar penuh warna itu. Beberapa orangtua yang lain mengeluhkan, anaknya susah lepas dari gadget. Dia jadi tidak mau belajar, tidak mau bersosialisasi karena gadget tampak sudah memenuhi semua kebutuhannya.

Well, bukan hanya anak-anak, tapi orang dewasa pun tidak sedikit yang berpikiran demikian.

Hari Rabu lalu, saya dan beberapa teman blogger mendapat kesempatan untuk mengikuti Talk Show bertajuk “Gadget 101 For Kids” dengan narasumber seorang psikolog parenting dan praktisi Komnas Perlindungan Anak, Elisabeth Santosa atau yang lebih dikenal sebagai Lizzie.

lizzie-santosa

narasumber talkshow “Gadget 101 For Kids”, Lizzie Santosa

Dalam talkshow ini, Lizzie membahas sebuah tema yang sebenarnya tidak asing dibahas dalam sebuah talkshow, namun dengan cara yang tidak biasa. Lizzie membuka forum diskusi dengan para orangtua seputar gadget dan permasalahan yang dihadapi dalam interaksi anak dengan gadget.

Sessi awal talkshow dibuka dengan curhat para orangtua. Dari beberapa pertanyaan yang masuk, saya menuliskan beberapa masalah yang sepertinya umum dialami para orangtua, diantaranya:

  1. Anak tidak bisa lepas dari gawai elektronik dalam setiap kesempatan
  2. Anak tidak bisa mengatur waktu kapan bisa menggunakan gawai elektronik dan kapan harus mengerjakan tugas yang lain
  3. Tulisan tangan anak menjadi jelek
  4. Anak malas membaca buku
  5. Anak inginnya serba cepat, tidak mau melakukan kegiatan yang butuh proses panjang
  6. Anak menangis ketika gadgetnya diambil
  7. Mati gaya jika tidak ada gadget
  8. Ketergantungan orangtua untuk menyerahkan pengasuhan anak balitanya pada gadget

Sebelum membahas ini, saya ingin kembali ke kasus Amanda Todd beberapa tahun silam. Dalam sebuah video yang berdurasi kurang dari 5 menit, Amanda memaparkan kejadian yang dialaminya dalam bentuk flash cards. Dia bercerita bahwa dia bertemu dengan seorang lelaki yang kerap memuji dan menyanjungnya. Dalam chat bersama pria itu, dia diminta membuka pakaian bagian atas dan memperlihatkan buah dadanya. Dia terlambat menyadari perbuatannya salah, setelah si laki-laki memintanya melakukan perbuatan yang lebih di layar webcam dengan ancaman akan menyebarkan foto dadanya kalau dia menolak.

Amanda menolak, tapi beberapa hari kemudian ancamannya jadi kenyataan. Datang polisi ke rumahnya jam 4 pagi membawa kabar bahwa foto buah dadanya sudah tersebar di dunia maya. Amanda stress, dia tidak mau keluar rumah. Orang-orang di dunia maya membully-nya.

Keluarganya memindahkan sekolah Amanda, namun ternyata si lelaki ini mengejar dan menyebarkan kembali fotonya kepada semua orang yang Amanda kenal. Dia bahkan tahu alamat dan segala hal tentang Amanda. Depresi Amanda yang sempat membaik, semakin parah. Dia pindah sekolah lagi dan bertemu dengan seorang lelaki lebih tua darinya yang mau memacarinya. Amanda dan lelaki ini sempat berhubungan badan. Hubungan mereka diketahui oleh kekasih si lelaki. Amanda kembali mendapat bully fisik dan verbal yang lebih parah. Hingga akhirnya Amanda memutuskan ingin mengakhiri hidupnya.

Dari semua kejadian ini, kita bisa mengambil benang merah, bahwa semua ini berawal dari penggunaan internet dan gadget pada anak di bawah umur tanpa pengawasan orangtua.

Kapan Kita Mengenalkan Gadget Pada Anak?

Kembali ke tema talkshow, Lizzie menjelaskan bahwa anak-anak yang lahir di tahun milenial ini merupakan anak-anak net generation yang terpapar teknologi internet beserta perangkat gawai elektroniknya sejak lahir. Kita tentu tidak bisa menyangkal ini dan berusaha menjadikan lingkungan mereka seperti lingkungan kita saat kecil dulu.

Mereka lahir ketika dunia internet menjadi santapan sehari-hari di rumah dan perkembangan gadget seakan tanpa henti. Jangan heran kalau sejak bayi, mereka kenal gadget lha wong ibunya sambil menyusui pegang gadget, sambil memasak lihat gadget, bahkan menyerahkan pengasuhan pada gadget.

Sebenarnya, kapan anak-anak boleh mengenal gadget? Lizzie memaparkan, karena anak-anak net generation ini sangat akrab dengan gadget, maka tidak ada batasan kapan boleh mengenalkan. Namanya mengenalkan kan cukup melihat ya. Kita kan nggak mungkin juga menyembunyikan sampai usia tertentu, baru diperlihatkan. Bisa nggak ibunya hidup tanpa gadget? Pasti serasa hidup di Planet Mars ya.

Yang perlu diperhatikan adalah manajemennya.

Anak-anak berusia pra sekolah membutuhkan banyak stimulasi dalam perkembangannya. Stimulasi terbaik yang mereka dapatkan adalah dari orangtua, bukan gadget. Gadget sejatinya adalah alat bantu, bukan pengganti orangtua.

Tentu, kalau kita menyerahkan pengasuhan anak pada gadget, tentu akan ada efek-efek negatif yang menyertainya seperti ada kecenderungan adiksi terhadap gadget, gangguan motorik karena anak jadi kurang aktif, gangguan fisik karena posisi yang tidak banyak berubah, gangguan bahasa karena si anak jadi lebih sedikit berkomunikasi verbal, gangguan sosial hingga masalah dalam perkembangan neurologis.

Saya pribadi mulai membolehkan interaksi anak dengan gadget (memegang dan bermain-main dengan gadget) setelah berusia 2 tahun. Setelah itu, anak hanya sesekali saja melihat. Bukan menjadi teman keseharian. Sehari-hari, anak tetap bermain bersama orangtua dan kakak-kakaknya.

Dengan begitu, masalah terkait gadget seperti anak yang mati gaya ketika jauh dari gadget, tantrum saat diambil gadgetnya, terhambat perkembangan motorik, komunikasi dan sebagainya itu, tidak akan terjadi.

Masalah perkembangan ini sangat berpengaruh di masa tumbuh kembang anak. Permainan-permainan yang ada di dalam gawai elektronik, meskipun beragam, bisa digantikan oleh peran orangtua lho. Kita bisa melakukannya melalui aktivitas seru.

Bagaimana dengan media sosial?

Kalau melihat kasusnya Amanda Todd tadi, sepertinya ini merupakan efek negatif dari media sosial ya. Lizzie menjelaskan bahwa anak-anak sebaiknya baru mempunyai akun media sosial di usia 13 tahun. Itupun tetap dengan pendampingan. Facebook baru mengizinkan penggunanya membuka akun di usia 13 tahun. Demikian pula dengan akun google.

Kenapa di usia ini? Lewat media sosial, dunia kita semakin terbuka luas. Teman mereka tidak akan terbatas oleh jarak dan ruang lagi. Kalau dulu kita mengatakan “don’t talk to strangers”, mana bisa kita melakukannya lewat ruang maya. Karena siapa saja bisa berkenalan, bisa berinteraksi dan menjadi sahabat.

Efek negatif dari penggunaan media sosial pada anak, diantaranya:

  1. Masalah sosial. Anak-anak cenderung abai pada kehidupan sosial di dunia nyata. Prestasi-prestasi di media sosial dianggap keberhasilan sejati, seperti jumlah follower yang banyak bisa membuat anak bangga. Dan ada kemungkinan anak menghalalkan segala cara untuk meraih jumlah follower.
  2. Perubahan moral. Budaya yang berbeda dan negatif akan mudah diserap oleh anak. Life style yang tidak sesuai dengan value keluarga bisa jadi menjadi kebiasaan baru yang dia ikuti.
  3. Perubahan bahasa. Ini ada sisi positif dan negatifnya. Anak-anak yang terpapar internet, biasanya menjadi lebih mudah menggunakan bahasa asing. Namun bahasa negatif juga akan mudah dikuti.
  4. Kekerasan seksual dan bullying. Banyak sekali dilaporkan kasus bullying dan pelecehan seksual di dunia maya.
  5. Ini juga banyak dilaporkan, seperti penipuan, penculikan atau human trafficking banyak terjadi pada anak-anak yang berinteraksi dengan orang asing tanpa pendampingan.
  6. Terpapar pornografi dan kekerasan.
  7. Ketergantungan pada dunia maya dan game online.

Jadi Bagaimana Seharusnya Interaksi Anak dengan Gadget?

Menurut Lizzie, hal yang penting dalam interaksi anak dengan gadget dan media sosial ini adalah kontrol, keseimbangan waktu penggunaan dan konsistensi orangtua terhadap kesepakatan penggunaan gadget. Bukan hanya anak yang diantur, tapi juga orangtua. Jadi orangtua harus memberi contoh.

Kita tidak bisa meminta anak untuk tidak mengenal gadget, namun kita bisa membuat kesepakatan-kesepakatan, seperti kapan boleh menggunakan gadget, dan apa konsekuensi kalau mereka melanggar kesepakatan itu.

Orangtua harus konsisten menerapkan ini, tidak kalah oleh rengekan mereka atau menyerah agar mereka tenang.

Karakteristik anak-anak net generation ini unik. Karena keunikannya, orangtua harus melihat mereka dari kacamata anak, bukan kacamata orangtua. Tidak membandingkan dengan kehidupan orangtua masa lampau :D.

Namun bukan berarti semua yang terjadi antara anak dengan gadget adalah negatif. Banyak juga hal-hal positif asalkan interaksi anak dengan gadget proporsional, seimbang dan sesuai dengan peruntukannya. Banyak sekali manfaat yang bisa diambil dari teknologi yang terus berkembang ini, baik untuk mendukung aktivitas mereka ataupun mengejar cita-cita mereka di masa mendatang.

Giant dan Faunatic

Talkshow ““Gadget 101 For Kids” ini merupakan rangkaian acara yang diadakan oleh Hero Group dalam salah satu program CSR Hero Group untuk memperingati  Hari Anak International 2017. Bukan hanya talkshow, mereka juga mengadakan lomba menggambar bertema hewan yang telah diadakan sebelumnya.

faunatic

pemenang lomba Faunatic

Alhamdulillah saya berkesempatan hadir dalam acara ini di Giant CBD Bintaro pada tanggal 22 November 2017 bersama teman-teman blogger. Disana, hadir para pemenang lomba menggambar, orangtua dan beberapa pengunjung juga.

Acara dibuka oleh Bapak Tonny Mampuk, GM Corporate Affair-nya Giant dan ditutup dengan pemberian hadiah untuk para pemenang lomba menggambar dari sekolah-sekolah di Jabodetabek. Terima kasih Giant, ilmu parentingnya sangat bermanfaat buat saya, selaku emak milenial.

 

anak dengan gadget

saya dan bloggers yang menghadiri talkshow

 

Share:

6 Comments

  1. November 25, 2017 / 9:27 pm

    Kasus Amanda Todd itu bikin miris dan merinding. Tak bisa dipungkiri, bahwa kita semua itu bisa berubah begitu berada di dalam dunia maya. Banyak orang-orang yang aku kenal di dunia nyata kalem-kalem, tapi begitu berada di dunia maya bisa menjadi ‘netizen yang kejam dalam berkata-kata’. Dan aku rasa apa yang dirimu tulis di atas, tidak hanya untuk diterapkan ke anak-anak saja Ne. Tapi juga untuk mereka yang lebih dewasa. Banyak di antara kita yang saat ini sangat sulit untuk lepas dari gadget dan dunia maya.

    Kadang-kadang aku suka kesel kalau lagi jalan sama teman atau keluarga yang lebih asik dengan gadgetnya daripada kita-kita yang nyata. Aku rasa, kita semua butuh deh menguasai seni untuk mengatur diri berkaitan dengan gadget dan dunia maya ini. Dan kesulitannya akan menjadi berlipat, kalau misalnya kita punya pekerjaan yang mau tidak mau menjadikan gadget dan dunia maya sebagai alat utama.

    • Anne Adzkia
      November 26, 2017 / 4:07 am

      Aaa bener banget. Makanya aku tulis, utk bisa bikin kesepakatan dgn anak mengatur penggunaan gadget, ortu harus memberi contoh dulu.

      • November 26, 2017 / 9:18 pm

        Betul Ne. Aku jadi ingat satu tulisan: Kalau mau anak yang suka baca, ortunya juga harus suka baca. Kalau mau anak yang shaleh, ya ortunya harus shaleh dulu. Dan sudah pasti dalam menggunakan gadget juga. Meskipun yaaa, gadget ini ‘racun’nya bisa ditularkan dari siapapun sih.

        O iya, terkait dengan tulisanmu di atas, aku juga trenyuh kalau misalnya lihat ada keluarga lagi berada di ruang publik. Terus anaknya rewel, eh disodorin gadget biar diam. Sementara ortunya asik sama urusannya sendiri.

        Dan dalam dunia dimana gadget adalah sesuatu yang tidak bisa dihindari, kayanya orang tua harus lebih kreatif ya dalam menciptakan aktivitas yang bisa dilakukan bersama tanpa menggunakan gadget.

        • Anne Adzkia
          November 26, 2017 / 9:56 pm

          Kalo ortu bikin si anak “sibuk” mereka gak akan nagih gadget kok.
          Ilmu parentingmu udah keren lho Bart…semoga cepat2 dikasih rezeki jadi ayah yaaa. Aamiin ya Rabb

  2. December 7, 2017 / 10:50 pm

    dan inilah tantangan terberat orang tua jaman now dengan kids jaman now. saya biasanya juga ngasih gadget ke anak2 tapi tetep dibatasi.

  3. December 15, 2017 / 11:04 pm

    Sbg ortu kemarin sore, aku juga mulai kehabisan ide buat bikin mereka asyik berkegiatan tanpa gadget. Aku biarin mereka main sampai berantakan sih, tapi ku ngomel juga :)) cobaan buat nggak ngasih mereka gadget

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *