Sayap-sayap Mawaddah

Sayap-sayap Mawaddah

Sejatinya, cinta hanyalah perkara

Saling membuka diri

Saling memberi ruang

Untuk sejuta catatan tentangmu

Yang tersimpan di hatiku

Untuk sejuta catatan tentangku

Yang tersimpan di hatimu

Dan tentang waktu khusus yang kita sediakan

Untuk membaca dan memahaminya

(Afifah Afra – Sayap-sayap Mawaddah)

 

 

Bermodal Sakinah, Berbuah Mawaddah Wa Rahmah

Sakinah mawaddah wa rahmah, impian semua pernikahan. Kalimat ini juga yang biasa kita jadikan doa bagi para pengantin. Karena siapa yang tidak menginginkan sakinah, siapa yang menolak mawaddah, dan siapa yang tidak ingin rahmah.

Lalu dimanakah ketiganya berada? Apakah setiap pernikahan otomatis melahirkan ketiganya?

Pernikahan itu terjadi juga. Kedua mempelai tampak bahagia, dibalut busana yang serasi dan keduanya saling menatap penuh cinta. Tatapan yang membuat beberapa pasang mata yang berada di sekitar mereka iri. Usai akad, maka sah pula kedekatan mereka. Kini keduanya berani untuk saling menggenggam tangan.

Apakah ada sakinah di sana? Tentu ada. Karena kedua pengantin ini sudah rela untuk berkomitmen membangun keluarga. Dari tatapan mata yang beradu saja sudah terpancar sakinah.

Ya, sakinah adalah kebahagiaan, ketenangan, ketentraman atau kecenderungan. Ketika seseorang telah sah melewati akad dan berbahagia, maka ketentraman seketika hadir. Lega, karena telah menemukan pasangan yang akan menemani sisa hidupnya. Ini adalah modal besar untuk melangkahkan kaki menuju step berikutnya, untuk mengarungi dunia luas bernama pernikahan. Untuk mengejar mawaddah dan rahmah.

Pasangan pengantin sudah memasuki gerbang baru. Rasa cinta sudah hadir. Sebuah magnet besar seakan menahan mereka untuk selalu bersama, menyatu dan melebur. Kontak fisik yang sebelumnya haram, kini sudah halal. Tak ada lagi yang bisa menghalangi keduanya. Dan disinilah benih-benih mawaddah tumbuh. Dorongan fisik untuk saling melayani, membahagiakan dan mencintai. Inilah yang disebut gairah alamiah, passionate atau mawaddah.

Sakinah dan mawaddah saja tidak cukup. Apalagi jika berhenti hanya di mawaddah. Karena pernikahan yang hanya didorong oleh gairah fisik tidak akan mampu bertahan jika fisik pasangan tak lagi indah, kemampuan pasangan untuk berhubungan seksual menurun karena beberapa faktor. Oleh karenanya, harus hadir rahmah.

Pasangan suami istri akan saling menyayangi, menghargai, iba/empati dan memelihara. Ini akan membuat suami istri tidak hanya menyayangi satu sama lain, tapi juga menyayangi anak-anak yang lahir dari buah mawaddah mereka. Menyayangi keluarga, hingga hewan peliharaan kalau ada.

Sakinah mawaddah warahmah, adalah satu kesatuan yang saling melengkapi.

sayap sayap mawaddah quotes

Sayap-sayap Mawaddah

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaanNya ialah, Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan dijadikanNya di antaramu rasa cinta (mawaddah) dan sayang (rahmah). Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir – Al Qur’an Surah Ar Ruum, ayat 21.”

Ayat inilah yang melatarbelakangi Afifah Afra dan Riawani Elyta menuliskan buku Sayap-sayap Mawaddah. Buku yang merupakan sekuel Sayap-sayap Sakinah, yang diterbitkan oleh Indiva Media Kreasi.

Sebagaimana yang saya tuliskan di bagian awal tulisan ini, mawaddah merupakan buah dari sakinah. Dalam tafsir Ibnu Abbas dijelaskan bahwa mawaddah diartikan sebagai cinta seorang istri kepada suaminya (dan begitu pula sebaliknya, pen.). Imam Baidlowi mengiaskan mawaddah sebagai jima’ atau hubungan seksual antara suami istri (halaman 28).

Mawaddah terkait pada hubungan, ketertarikan atau gairah fisik, yang lahir secara alami (yang artinya ini merupakan gift dari Allah). Namun gairah ini menentramkan (sesuai ayat dari Surah Ar Rum di atas). Bukan gairah yang berakhir dengan kecemasan atau kekhawatiran.

Oleh karena itu, mawaddah hanya akan hadir dalam sebuah pernikahan yang sah. Bukan di dalam hubungan laki-laki dan perempuan yang sedang berpacaran atau berhubungan gelap. Bukan pula hubungan antara sesama lelaki atau perempuan. Karena di dalam ayatNya, Allah berfirman, “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki dan seorang perempuan – Al Qur’an Surah Al Hujuraat, ayat 13.” Inilah fitrahnya, manusia akan berpasangan pula laki-laki dan perempuan.

Berawal dari insting atau gharizah yang dimiliki manusia, maka dorongan ini akan membuat pernikahan melahirkan generasi penerus. Sehingga mawaddah dikaitkan dengan hubungan seksual.

Bicara tentang hubungan seksual bagi sebagian orang adalah hal yang tabu’ karena hanya dihubungkan dengan erotisme dan coitus (senggama atau jima’) semata. Namun, dalam Sayap-sayap Mawaddah, seksualitas suami istri disebutkan merupakan bagian dari ilmu pengetahuan tentang reaksi dan tingkah laku seksual manusia yang sifatnya universal dan multidisipliner (halaman 55-56).

Para suami istri perlu tahu tentang ini. Belajar dan banyak membaca dari sumber yang jelas dan ilmiah. Bukan dari kisah-kisah erotisme yang mengedepankan bahasan cabul dan jengah dibaca.

Sayap-sayap Mawaddah membahas lengkap tentang ini, apalagi ditulis oleh seorang pakar kesehatan, dr. Ahmad Supriyanto. Mulai dari ayat-ayat yang menjelaskan tentang seksualitas, yang artinya Al Qur’an dan Hadits memang sudah memberi kita tuntunan dan panduan Islami tentang ini, hingga ke hal-hal yang bisa mengganggu interaksi seksual suami istri. Seperti gangguan kesehatan dan psikologis.

Jelas ini penting kita ketahui agar suami istri bisa saling memahami dan memperbaiki tatkala mulai terdeteksi gangguan pada dirinya atau pasangannya. Apalah arti pernikahan tanpa hubungan seksual dan perasaan saling memahami kondisi masing-masing, bukan?

Lebih jauh lagi, selain hubungan seksual, perjalanan mawaddah juga bisa kita siapkan sejak awal berniat berumah tangga. Namanya proses ta’aruf. Tentu dengan mengenal calon pasangan dan menyesuaikan dengan kriteria kita tentang calon pasangan akan membuat gharizah lahir dalam hati.

Usai ta’aruf, masuklah ke dalam pernikahan. Disini suami istri perlu belajar saling mencintai tanpa syarat. Karena mawaddah akan lebih mudah dan indah apabila dilakukan karena cinta, tak ada paksaan satu sama lain. Penulis menjelaskan langkah-langkah belajar mencintai secara manis dan sistematis.

Berumah tangga tentu akan menemui ujian. Tidak ada perjalanan yang lurus terus tanpa bertemu dengan turunan, tanjakan, bebatuan, lubang-lubang atau sandungan. Berdamai dengan segala kondisi yang terjadi dalam pernikahan, menyelesaikan masalah yang timbul dan saling memaafkan adalah bahan bakarnya mawaddah.

Lalu romantisme. Bukan hanya di film drama Korea, atau dalam kisah kasih anak muda. Pernikahan berapapun usianya harus dipupuk oleh romantisme untuk menjaga mawaddahnya. Tak perlu berguru pada Romeo dan Juliet, Laila dan Majnun atau Sam Pek dan Eng Tay, tapi berkacalah pada Rasulullah SAW dan Aisyah ra., teladan kita yang sering digambarkan sangat romantis satu sama lain. Kisah-kisah romantisme mereka diceritakan dalam Sayap-sayap Mawaddah, halaman 125-126.

sakinah mawaddah warahmah

Saya dan Sayap-sayap Mawaddah

Membaca buku karya Afifah Afra dan Riawani Elyta ini bagaikan membaca buku kitab tebal panduan pernikahan namun versi ringkasnya. Tulisan Afifah Afra yang dikemas dalam bahasa sastra ringan, mengalir indah menjelaskan makna sakinah mawaddah dan rahmah. Tips-tips yang ditulis oleh Riawani Elyta mempermudah kita memahami poin-poin bekal untuk bahagia.

Apalagi bukan kali ini saya membaca tulisan mereka. Saya mengenal Afifah Afra sejak masih duduk di bangku kuliah. Novel-novel Islami keluaran Forum Lingkar Pena yang menjadi pelopor buku Islami kala itu menjadi langganan saya. Riawani Elyta, belasan novelnya sudah nangkring di rak buku saya dan membuat saya akrab dengan bahasa lugasnya.

Buku-buku seperti ini harus menjadi bacaan wajib pasangan suami istri. Karena kita harus terus belajar, memperbarui ilmu dan mengintegrasikan dengan catatan pengalaman kita masing-masing. Karena amal tanpa ilmu, itu bagaikan masakan tanpa bumbu.

Covernya berwarna merah, menggambarkan semangat dan gairah, sebagaimana didalamnya bayak dibahas tentang gharizah.

Selain Afifah Afra dan Riawani Elyta, juga ada dr. Ahmad Suprianto yang mengupas sisi medis seksualitas. Juga hadir beberapa kisah rumah tangga yang menarik untuk dibaca.

Sebelum membaca buku ini, baiknya membaca buku pendahulunya, Sayap-sayap Sakinah. Kelak kedua penulis ini akan menulis buku ketiganya, Sayap-sayap Rahmah dan menuntaskan seri panduan rumah tangga Islami ini.

Saya dan suami membacanya bersama, jadi kami sama-sama belajar dan memperbarui semangat kami berumah tangga. Yuk, ikutan membaca Sayap-sayap Mawaddah dan jangan lupa ikuti Giveaway Sayap-sayap Mawaddah yang infonya bisa dibaca di blog Riawani Elyta.

Informasi buku:

Judul: Sayap-sayap Mawaddah

Penulis: Afifah Afra dan Riawani Elyta

Penyunting: Mastris Radyamas

Cetakan: Pertama, Syawal 1436H/Juli 2015

Penerbit: Indiva, www.indivamediakreasi.com

ISBN: 978-602-1614-65-5

 

Share:

9 Comments

    • Anne Adzkia
      February 5, 2016 / 4:02 pm

      Sama-sama mbak

  1. evrinasp
    February 6, 2016 / 9:28 am

    mbak Afifah dan Mbak Riawani udah nelurin buku lagi aja, karyanya banyak, sukses GA nya ya

    • Anne Adzkia
      February 6, 2016 / 9:29 am

      Iya mereka mah produktif bgt

  2. February 6, 2016 / 4:00 pm

    Udah punya buku ini tapi belum dibaca 😀

    • February 8, 2016 / 11:09 am

      Ayo dibaca Yan, bagus banget lho

  3. momogrosir
    February 9, 2016 / 3:10 am

    terima kasih yah review nya

  4. February 16, 2016 / 7:10 pm

    Romantis itu perlu diperjuangkan ya Mbak, heuheu

    • Anne Adzkia
      February 16, 2016 / 7:11 pm

      So pasti mbak

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *