
Dulu, ketika baru sampe Emerald, saya kaget dengan kebiasaan-kebiasaan orang Ostrali yang serba ramah, selalu say Hi dan menanyakan kabar meskipun pada orang yang nggak kenal sekalipun. Saya juga kaget dengan segala aturan yang berlaku di jalan raya, di tempat-tempat umum dan aturan-aturan lainnya cukup banyak.
Setahun berlalu, saya mulai menyesuaikan diri dengan semua yang terjadi di ‘kampung orang’ ini, lalu saya terbiasa dan menikmatinya. Nah, repotnya, ketika saya mudik ke ‘kampung sendiri’, saya kembali shock sama kebiasaan-kebiasaan orang di kampung saya yang ‘unik’.
Ada beberapa kejadian yang sempat bikin stress, padahal belum lagi seminggu saya tinggal di kampung sendiri.
Hari pertama sampai, saya terpaksa berhadapan dengan kemacetan lalu lintas. Yang ini nggak usah dibahas. Semua orang juga tahu, di sudut manapun, di Jakarta kemacetan adalah sebuah keniscayaan. Bekalnya cuma sabar.
Beberapa jam kemudian, di sebuah tempat permainan anak-anak, saya ‘terpaksa’ ketemu sama orang aneh bin ajaib yang nggak mau antri. Lucunya, ketika diingatkan, alih-alih malu akan kesalahannya dia malah ngeluarin sejuta jurus untuk melegalkan perbuatannya dan menunjukkan bahwa perbuatannya itu dilakukan karena sebuah alasan yang kalo didenger orang sekampung, dia bakal digebukin rame-rame.
Dia balik marahin saya, bilang saya sewot. Dia bilang, dia ngerti kok aturannya harus antri. Tapi tetap nggak beranjak dari tempatnya. Kalo ngadepin orang yang satu ini, bukan cuma jurus sabar yang harus dipasang, tapi jurus anti marah. Padahal ya, kalau dilihat dari dandanannya, orang ini classy banget lho. Tampang boleh lah orang kaya, tapi mental kayak orang udik yang nggak pernah nemu sekolahan.
Lalu ada lagi, yang ini bikin saya geleng-geleng kepala dan nggak pengen berhenti. Di sebuah pagar pembatas, ada tulisan gini: DILARANG DUDUK DISINI – PLEASE DO NOT SIT HERE. Bertuliskan huruf kapital dengan warna kontras dengan pagarnya, supaya terbaca dengan jelas.
Anak saya yang 4 tahun dan belum bisa baca aja maksain diri nggak duduk disitu karena dia tahu ada larangan buat duduk. Eh, tapi ada sepasang manusia keren tapi doyan miara kebodohan yang dengan cueknya duduk di atas tulisan itu setelah sebelumnya membaca dan menertawakan tulisan tersebut. Saya langsung koprol sambil bilang WOW, trus milih pingsan aja.
Ya Tuhaaan, ada apa dengan manusia-manusia ini. Bukannya saya sombong karena tinggal di luar negeri. Bukan sama sekali. Saya cuma miris, karena walau bagaimanapun negeri ini adalah tempat yang selalu saya rindukan ketika saya sedang merantau. Dan orang-orang ini adalah saudara seperguruan (bahasa lain dari teman sekampung) saya. Saya pengen, negeri ini maju seperti negeri dimana saya merantau. Segalanya teratur, bersih, tertib dan aman. Bukannya malah kacau balau cuma gara-gara penduduknya nggak respect terhadap orang lain dan sistem yang tengah dibangun di negeri ini.
Kalau mental orang-orangnya masih kayak gini, kapan dong majunya? Ini cuma sebagian kecil ke’unik’an yang saya temukan, lho. Mungkin saya akan tulis di lain waktu. Saya sih cuma berharap, mudah-mudahan di tempat lain nggak ada kejadian serupa yang terjadi. Mudah-mudahan sebagian masyarakat Indonesia udah lebih disiplin dan sadar aturan. Iya dong, harus. Katanya pengen negaranya maju. Iya, kan?
Paham banget Mbak Anne. Jangankan njenengan yang sudah merasakan tinggal di Osi, saya aja kalo lihat orang-orang yang begini rasanya pengen berubah jadi super saiyanya Go Ku yang ke 4 dan keluarin jurus kamehameha ke mereka Mbak.
Huahahahahahuahuahuaha
reverse culture shock dari negara maju ke berkembang kadang lebih berat mba daripada sebaliknya..