
Selama ini saya nggak pernah nyangka kalau Tangerang punya sebuah museum yang bernama Benteng Heritage, yang sekaligus pusat kebudayaan Tionghoa di Tangerang. Karena ngga ada tanda atau penunjuk jalan di depannya. Bahkan nggak ada jalan yang memadai untuk masuk ke sana. Padahal, di antara pasar tradisional yang becek dan kumuh, di dalam gang yang di depannya dipenuhi becak dan pedagang buah, ada sebuah museum bersejarah yang unik dan berharga.
Tempat ini adalah BENTENG HERITAGE MUSEUM, yang konon merupakan satu-satunya museum sejarah Tionghoa di Indonesia.

Ketika saya dan anak-anak hendak menuju ke sana, kami harus memarkir mobil di depan sebuah warung makan yang cukup jauh dari lokasi, karena saya nggak menemukan area parkir khusus. Tempat itu adalah pasar, masyarakat Tangerang menamainya Pasar Lama. Pengunjung biasa memarkir mobil di pinggir jalan sehingga hanya separo jalan yang bisa difungsikan sebagai lalu lintas. Banyak sekali penjaja makanan (street food) di sana, pedagang buah dan bunga.
Kami harus memasuki sebuah gang yang hanya bisa dilalui sepeda motor, karena penuh oleh pedagang. Jalanannya becek. Sekitar 100 m dari mulut gang ada sebuah klenteng (vihara) yang cukup ramai oleh pengunjung untuk sembahyang. Saya pikir disanalah museum-nya. Ternyata, saya harus masuk ke gang sebelahnya.
Di sana, ada sebuah bangunan berpagar dengan pintu besar bergaya Tionghoa Kuno, dari kayu berwarna gelap dengan pegangan besi berbentuk lingkaran. Di kanan kirinya ada patung singa yang dianggap sebagai dewa penjaga.
Lega sesaat, karena akhirnya menemukan apa yang kami cari. Tapi kemudian kecewa, karena ternyata hari Senin museum itu tutup. Ah, sudah jauh-jauh datang (nggak terlalu sih sebenarnya. Tapi jalanan macet itu bikin perjalanan lama), masa gagal masuk. Karena pintunya terbuka, kami memutuskan masuk ke area lobby, barangkali ternyata buka.
Di lobby, ada beberapa benda bernuansa khas Tiongkok. Lampion, topi-topi anyaman, dekorasi ruangan, lukisan-lukisan kuno dan sebuah naga besar yang bernama Naga Nusantara.

gerbang museum
Alhamdulillah, kami diberi kesempatan untuk masuk ke museum dan ditemani seorang guide. Jadi kunjungan kami nggak hanya sampai lobby-nya. Namun, kami tidak diperkenankan mengambil foto atau video. Jadi koleksi foto-foto kami hanya terbatas di pintu luar dan lobby saja.
Travelschooling di Museum Benteng Heritage Tangerang
Dimulai dari lobby, Sang Guide (eeuh lupa namanya, dia seorang sarjana jurusan Sejarah satu almamater dengan saya) menerangkan cerita tentang lukisan-lukisan kuno yang ada di lobby dan tentang Naga Nusantara. Naga itu merupakan gambaran naga hasil akulturasi budaya Tiongkok dan Indonesia, karena mengandung kedua unsur budaya, seperti ada warna merah putih di kepalanya, ada bentuk seperti blangkon di kepala dan dililit oleh kain batik.
Lalu kami masuk ke ruang tengah museum, juga dijelaskan tentang lukisan-lukisan bersejarah (yang dilukis menirukan foto asli). Kebanyakan bercerita tentang peristiwa-peristiwa bersejarah pada masa Belanda tentang kondisi Tangerang dan kehidupan masyarakat peranakan Tionghoa pada masa itu. Di sana juga sebuah prasasti yang selama puluhan tahun disimpan oleh seseorang, dan baru disumbangkan ke museum saat museum akan dibuka tahun 2011 lalu. Prasasti itu menceritakan tentang pendirian sebuah tangga, bernama TANGGA DJAMBAN. Tangga ini katanya masih ada di wilayah Tangerang.
Satu hal yang tertanam di benak saya saat itu, bahwa masyarakat Tionghoa kuno sudah berperan serta dalam pembangunan negeri ini. Dan keberadaan mereka yang sudah berabad-abad lamanya (terbukti bangunan Museum merupakan bangunan peninggalan abad 17 yang masih utuh, lantainya masih utuh dan terdapat relief sejarah di lantai 2), menjadikan masyarakat Tionghoa ini sudah menjadi bagian yang utuh dengan masyarakat pribumi Indonesia.
Oke, lanjut ke cerita perjalanan. Banyak sekali hal yang ingin saya ceritakan. Salah satu yang berkesan adalah adanya timbangan dan alat hisap opium yang digunakan orang Tionghoa pada masa Orde Baru (dan sebelumnya), serta sepatu-sepatu mini milik para wanita Tionghoa kuno.
Sepatu yang terkecil berukuran 3 inchi. Bayangkan, kaki siapa yang muat di sepatu sekecil itu. Nah, sepatu itu dipakai oleh wanita dewasa. Konon, semakin kecil kakinya semakin cantik seorang wanita. Mereka mempertahankan dan membentuk kaki wanita menjadi ukuran kecil dengan cara membebatnya, menahan pertumbuhan, sampai ada yang mematahkan tulangnya. Buat saya sih, ngeri ya. Membayangkan kenapa para wanita-wanita itu tidak merasa terdholimi.
Sang tour guide juga bercerita tentang para Dewa yang dipercaya oleh masyarakat Tionghoa sampai kini, mulai dari Dewi Kwan-Im sampai Dewa Penghibur.
Perjalanan hari itu berkeliling museum seakan membawa saya berkelana dengan mesin waktu ke masa lampau, ke jaman Dinasti Ming, ketika Dinasti Chen masuk ke Indonesia, menemani perjalan Laksamana Cheng Ho mengelilingi dunia, dan masuk ke kuil-kuil Buddha yang sakral. It was really an amazing journey.

Bagian depan klenteng
Klenteng Boen Tek Bio
Setelah dari Museum, kami menyempatkan mampir ke Klenteng. Anak-anak terpesona menyaksikan para penganut agama Buddha dan KongHuChu bersembahyang di Klenteng. Ini adalah hal baru buat mereka. Menyaksikan orang berdatangan, menyalakan hio dan bersembahyang dengan khusyu’.
Klenteng Boen Tek Bio ini merupakan salah satu klenteng yang ada di Pasar Lama Tangerang. Tak jauh dari sana, ada satu klenteng lain yang sama besar. Lokasinya yang ada di kedalaman pasar memang tak tampak dari luar. Namun, kita cukup bertanya satu kalimat dan orang akan menunjukkan tempat ini dengan jelas.
Di sepanjang jalan menuju Klenteng dan Museum, kita akan melihat banyak sekali toko yang menjual aneka perlengkapan ibadah dan tradisi Tionghoa yang didominasi warna merah itu.
Bolehkah kita masuk ke dalam klenteng dan melihat ritual ibadah mereka?
Sangat boleh. Namun baiknya sih sebelumnya minta izin. Satu hal yang wajib diperhatikan, bagi pengunjung sebaiknya nggak memasuki area sembahyang. Kita boleh berkeliling klenteng dan memotret, namun tidak mengganggu dan membuat keributan. Orang-orang di sana semuanya ramah-ramah.
Mengunjungi salah satu tempat ibadah selain Islam, cukup menarik untuk anak-anak. Saya berharap, anak-anak kelak akan lebih menghargai adanya perbedaan suku dan agama disekitarnya dan tetap menganggap mereka sebagai bagian dari lingkup kehidupan mereka.
Wah, saya bangga jadi warga Tangerang yang mempunyai Museum keren luar biasa. Hanya berharap, pemerintah peduli pada warisan bersejarah ini. Rasanya aneh ada tempat yang sangat bagus di tengah-tengah pasar becek.
Lokasi Museum Benteng Heritage
Museum ini terletak di Jalan Cilame no.20, Pasar Lama, Kota Tangerang. Atau yang merupakan Tangerang Titik Nol.
Waktu Operasionalnya: Selasa – Minggu (Senin libur) jam 10.00 – 17.00
Disediakan tour guide, pengunjung cukup membayar Rp 10.000 saja per orang.
Padahal dermaga tangga jamban letaknya ada di Sungai Cisadane loh 🙂
Waaah belum pernah liaat. Parah nih pdhl deket
Lebih suka sama template yang ini
Asyik, alhamdulillah. Makasih yaa
Woaaaa keren blognya. Sippp mbak makin rajin ngeblog nih
Aamiin Ev. Hasil percobaan sendiri nih, hehehe.
dulu, *ini dulu, 2012-an saya pernah ke sini
etapi sayangnya ga difoto, padahal keren nih museum jadi saksi hidup sejarah tionghoa di tanah air 🙂
btw, fotonya kurang gede mbak he he he
Iya, makasih. Nanti aku upgrade fotonya 😉
Keren bunda blog nya
Isinya juga cool
Di Palembang ada juga beberapa kelenteng cakep kayak gini. Tapi selalu segan kalau mau masuk 😀
Ne, kalau misalnya aku datang dari Bogor naik kereta trus turun di Stasiun Tangerang untuk main ke Museum Benteng Heritage ini caranya gimana? Boleh dong infonya. Pengen main ke situ, kalau pas libur melaut besok.
Btw, aku masih ngalamin lho nemuin encim-encim di Bogor yang kakinya kecil-kecil itu. Sepatunya mini-mini, dan jalannya khas banget. Takjub juga sih lihatnya, meskipun kasihan juga. Tapi ya, namanya juga itu budaya mereka, jadi ya cukup dihargai saja.
Gw berkali2 diajakin liat perayaan imlek kesini tapi selalu gagal ihik ihik
Akupun blm pernah liat yg imlek di sini
nikmatnya wisata bersama keluarga bikin ane flashback pas masa kecil dulu….
Skrg udah gak wisata bareng keluarga lagi gitu?
tempat yang mau saya kunjungi semenjak pindah ke tangsel dari beberapa tahun lalu tapi belum pernah sempat sampai sekarang… he
Padahal dkt bnget dr Jakarta ya,,, aku blm pernah k sana,, hiks noted ajak kidos sekalian