
Museum Bahari dan Menara Syahbandar sepertinya tidak terlalu menarik perhatian, karena letaknya yang tanggung. Iya, kalau naik mobil rasanya tanggung untuk menghentikan kendaraan di sini. Apalagi kalau dalam kondisi ramai.
Dan menurut rumor yang berkembang, banyak orang yang malas mengunjungi tempat ini karena katanya spooky alias menyeramkan.
Kami juga tidak sengaja datang ke sini. Awalnya ingin mengunjungi Museum Fattahillah di Kota Tua. Namun, tahu sendiri bagaimana kondisi daerah Kota Tua di akhir pekan. Ramaiiiii sekali. Susah cari parkir dan aah malas kalau mengunjungi tempat yang terlalu ramai. Biasanya jadi banyak sampah.
Akhirnya, saya dan keluarga berputar sedikit dan menepikan kendaraan di area Pasar Ikan, masih di wilayah Kota Lama yang dipenuhi bangunan unik peninggalan penjajah Belanda. Di sini, kita bisa menepi sejenak dan mengunjungi Museum Bahari dan Menara Syahbandar Jakarta.
Museum Bahari yang Misterius

Kenapa saya menyebutnya misterius? Karena Museum ini tidak begitu populer dan tidak banyak orang yang membicarakannya. Kalaupun ada, komentarnya kurang mengenakkan. Padahal, kalau kita mampir sejenak di sana, dalamnya ternyata tidak seperti anggapan orang. Justru tempat ini wajib dikunjungi bagi teman-teman yang suka menapaki peninggalan sejarah negeri kita.
Pertama, kita akan masuk ke area Menara Syahbandar. Namun di sini kita hanya membeli tiket dan mencari guide untuk mengantarkan berkeliling. Saya bertemu dengan seorang bapak berusia paruh baya yang agak gemuk dan berpenampilan tidak begitu rapi.
Di awal, saya memang underestimating beliau. “Yakin nih bisa memandu kami?” begitu kata hati saya. Namun, pepatah Don’t Judge A Book by Its Cover itu benaaaar adanya. Bapak ini, boleh jadi penampilannya sederhana. Namun ternyata selain memang berpengalaman menjadi pemandu dan punya pengetahuan yang cukup baik, beliau juga bisa berbicara 5 bahasa.
Terbukti, di tengah jalan ketika kami bertemu turis Jepang, beliau mengajak bicara turis ini dengan bahasa Jepang. Begitu pun ketika bertemu dengan turis Spanyol, diajaknya bicara dengan bahasa Spanyol. Dengan anak-anak saya, dia sering berbicara bahasa Inggris.
Arsitektur Museum dan Gudang Rempah

contoh rempah yang dulu disimpan di goedang rempah
Museum Bahari ini dulunya merupakan gudang rempah-rempah. Di masa kolonial Belanda, rempah-rempah yang dikumpulkan oleh bangsa Belanda untuk menghidupi negeri mereka dikumpulkan di sini. Tak aneh, ruangan-ruangannya memang serupa gudang. Dengan jendela dan pintu besar yang mencirikannya.
Di seberang gudang rempah ini terdapat bangunan yang dulunya adalah kantor VOC. Hanya sayangnya, sekarang bangunan ini dimiliki oleh swasta dan saya berharapnya menemukan museum lain di dalamnya. Tapi ternyata tidak ada. Bangunan ini sekarang alih fungsi menjadi café.
Gudang Rempah ini berada di samping muara Sungan Ciliwung. Menurut saya, sungai ini dulunya digunakan bagi kapal-kapal kecil untuk mengangkut rempah-rempah untuk dibawa ke kapal tongkang.
Konon, pada masa pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai gudang logistik para tentara Jepang.
Oya, dari segi arsitektur, ada satu yang menarik. Jendela besar museum Bahari ini sangat rendah hingga mencapai lantai. Ternyata, aslinya jendela-jendela ini tinggi lho. Tapi karena struktur tanah di bawahnya, bangunan ini makin turun, langit-langitnya pun semakin rendah.

jendelanya rendah akibat bangunan yang semakin melesak selama ratusan tahun
Menjadi Museum Bahari
Gudang rempah ini diresmikan menjadi Museum Bahari oleh pemerintah sejak tahun 1977. Belum lama juga ya, tepat beberapa tahun sebelum saya lahir ini sih (upsss ketahuan umur). Di dalamnya, kita bisa melihat beragam jenis perahu dan kapal baik dalam bentuk aslinya maupun dalam bentuk miniatur.
Beberapa perahu tua memang masih tersimpan di sini, yang dulunya digunakan oleh VOC untuk berniaga. Begitu juga dengan peralatan melaut yang dulu digunakan masih ada.

salah satu replika kapal yang dulu digunakan pelaut Indonesia
Tidak hanya perahu, di lantai atasnya kita bisa melihat patung-patung para pelaut Indonesia dan dunia dalam bentuk diorama yang seukuran tubuh manusia. Bahkan cerita legenda seperti Nyi Roro Kidul juga ada di sini.
Banyak yang bilang museum ini creepy. Di lantai bawah saya nggak menemukan suasana itu. Tapi begitu ke lantai atas memang saya agak seram melihat patung-patung ini. Iya, saya memang agak takut dengan patung atau boneka mirip manusia. Terbayang tatapan matanya itu. Bagaimana kalau hidup? Hiiyyyy.
Di samping gudang rempah ini ada salah satu saksi bisu bukti kekejaman pemerintah Belanda, yaitu sebuah penjara bawah air. Sebenarnya tidak di bawah air, hanya karena area itu mudah tergenang ketika hujan, maka daerah genangan itu akan menutupi area penjara. Dan tawanan akan dibiarkan terendam hingga meninggal dunia. Nah ini lebih seram lagi.

bagian atas penjara bawah air yang tergenang
Menara Syahbandar
Menara ini dibangun sekitar tahun 1839, merupakan menara tempat memantau kapal yang masuk dan keluar dermaga Batavia dan sebagai kantor imigrasi tempat mengumpulkan pajak-pajak atas barang yang dibongkar di Pelabuhan Sunda Kelapa (sumber: Wikipedia).
Saya dan keluarga mencoba naik ke atas. Menara ini memang serupa lighthouse, atau mercusuar Pelabuhan Sunda Kelapa. Tangga-tangganya masih kokoh, karena memang sudah direnovasi oleh pemerintah.
Saya itu punya acrophobia, jadi takuuut banget saat naik ke atas. Awalnya nggak mau, tapi karena dipegangi suami akhirnya naik juga. Sampai di atas, saya merasa pusing. Bukan hanya karena ketinggian, tapi karena lantainya yang miring.
Iya, menara ini memang semakin lama semakin miring karena faktor usianya yang sudah tua. Lha kan nenek-nenek juga bungkuk tho, hehehe. Makanya menara ini kadang disebut juga sebagai Menara Miring (kembarannya Menara Pisa).
Ada sebuah rahasia yang tersimpan di Menara ini adalah, di salah satu bagiannya ada pintu bawah tanah dan lorong yang menghubungkan menara dengan Masjid Istiqlal dan Museum Fatahillah. Nggak aneh, karena dulunya area ini memang difungsikan sebagai benteng.
Oya, kalau teman-teman mengunjungi menara ini, jangan lewatkan untuk naik ke atas ya. Karena kita bisa melihat pemandangan laut dan pelabuhan. Sayang, di bawahnya ada area yang banyak sampahnya yang sepertinya sedang dirapikan oleh pemprov DKI. Semoga ke depannya jadi bersih ya.
Setiap memasuki museum dan diceritakan sejarah masa lampaunya, memori saya selalu seperti tersedot ke masa lalu. Membayangkan bagaimana kondisi aslinya dahulu. Dimana banyak sekali tentara Belanda berkeliaran di sana dan rakyat Indonesia yang dipaksa menjadi pekerja-pekerja tanpa bayarannya. Sedih ya.
Satu hal yang disayangkan, museum ini tampak terlalu sederhana. Saya berharap, tidak hanya alat transportasi tradisional yang dipajang. Kalau saja perkembangan kelautan Indonesia hingga yang paling terkini juga disertakan beserta teknologi perkapalannya, museum ini akan lebih menarik pengunjung.
Bagi keluarga homeschooler seperti kami, museum adalah aset penting negara dan salah satu media belajar paling mengasyikkan daripada metode klasik. Jadi kalau konten museum lebih lengkap, saya pasti akan mendukung 100%.

Sunda Kelapa tampak dari atas Menara Syahbandar
Jam kunjungan Museum Bahari dan Menara Syahbandar
Lokasi Museum Bahari dan Menara Syahbandar ada di Jalan Pasar Ikan no. 1 Sunda Kelapa, Jakarta Utara. Di dekatnya ada jembatan Intan dan gedung VOC. Jam buka 09.00 – 15.00 setiap Selasa hingga Minggu (Senin libur) dan tetap buka saat masa liburan. Loket museum berada di depan Menara Syahbandar, di sana kita juga bisa meminta bantuan guide agar kunjungan ke museum lebih optimal.
Yuk berkunjung ke museum dan belajar tentang sejarah negeri kita tercinta.
wah banyak sekali kapal pinisi, saya malah belum pernah liat secara langsung ini kapal2…apalagi orang2 londo dulusering nimbun hasil bumi di gudang2 gitu..
makanya indonesia gak sejahtera dulu, lha di monopoli
Indonesia kaya ya, tapi kekayaannya utk menghidupi dan membangun negara para penjajah
Aku pernah ke sini sekitar tahun 2012, emang kalau nggak pakai jasa guide agak sayang jadi nggak bisa mendalami cerita2 sejarahnya 😀
Iya, kalo aku wajib bareng guide. Spy paham
walah terakhir kesitu 2010, masih pakai hengpong jadul..jadi ga punya foto-foto bagus
kita dan anak2 bisa belajar dari sejarah lewat perjalanan seperti ini ya mba, menarik sekali 🙂
Aku malah belum pernah ke museum bahari mba. Iya seh dilihat dari fotonya sedikit menyeramkan, tapi penassaran pengen lihat dari dekat.
Pas ke menara syahbandar, saya jadi membayangkan pada zaman dulu kapal-kapal besar berdatangan mengangkut rempah-rempah. Sekarang pemandangannya kurang cakep, ya. Tapi tetep suka sih naik ke atas, meskipun turunnya saya sambil duduk. Takut hahaha
Waktu itu gak sempat ke museum bahari karena udah kesorean. Anak-anak juga udah kecapean setelah seharian berjalan kaki mengelilingi kota tua
Thanks infonya mba,sangat bermanfaat
Bangunannya kelihatan tua ya, jadi masih kerasa suasana tempo dulu nya. Memang jika ingin menghilangkan kesan seram harus diperbarui biar semakin banyak yang tertarik