Menikmati Kota Pesisir, MacKay

Menikmati Kota Pesisir, MacKay

Pertanyaan ini masih muncul dari mulut si bungsu. Nggak bosen-bosen, ya? ;p
Dan saya selalu bilang, “We nearly get there, honey.”
Lalu dia akan bertanya lagi. “Are we at MacKay?”
Kepinginnya memang menjawab, iya kita sudah sampai. Tapi sayangnya MacKay masih beberapa ratus kilometer lagi.

Di Australia, perjalanan seratus dua ratus kilometer itu termasuk jarak sedang. Bisa ditempuh hanya dalam 2 jam, karena tanpa macet dan bebas hambatan. Terutama untuk orang-orang yang tinggal di outback seperti kami.

Sepanjang perjalanan, kita akan melihat banyak sekali traveler yang bepergian menggunakan caravan. Mereka bahkan bisa menempuh ribuan kilometer, menyusuri jalan-jalan sepi, lalu bermalam di sebuah kota kecil. Berhenti di taman-taman, memancing untuk makan atau sekedar berhenti di sebuah coffee house kecil sambil mengendorkan urat-urat yang tegang karena duduk sepanjang hari.

caravan trailers, parking on the side of the road to stay overnight

 

Dalam perjalanan menuju MacKay, yang diprediksi akan menghabiskan waktu 5 jam, kami hanya berhenti beberapa kali di toilet umum. Tak perlu lagi membeli makanan, karena semua sudah kami siapkan sebelumnya.

Seperti yang saya ceritakan dalam kisah sebelumnya, perjalanan musim dingin ini menghadirkan pemandangan yang kurang bagus (menurut saya). Well, memang begitulah bentang alam Australia pada umumnya. Semak, perdu, dan ladang. Sesaat, saya rindu pemandangan alam yang hijau dan segar di tanah air. Membayangkan, dalam setiap perjalanan antar kota, kita akan disuguhi panorama indah kebun teh dan rainforest, yang bisa membasuh penat mata lelah yang seharian fokus menatap jalanan. Yang nggak saya temukan di winter seperti ini.

Tapi, hey, tunggu dulu. Kami mulai melihat rumput-rumput hijau. Ya, ternyata perjalanan ke MacKay yang mengarah ke utara ini, mulai memasuki area tropis. Sangat berbeda dengan rumput dan semak yang kami temui sejak meninggalkan Emerald, semakin mendekati kota MacKay, semak-semak hijau mulai tampak. Wah, lebih segar ya.

Udara MacKay juga tak terlalu menggigit. Meski masih membawa angin sejuk, tapi kehangatan ikut bercampur di sela-sela desah anginnya. Sinar matahari tengah ramah. Tidak panas, karena mentari di bulan Juni memang tengah condong menjauh dari belahan bumi selatan. Kami mulai memasuki perkebunan tebu.

Kota-kota tua di sepanjang jalan juga menyuguhkan suasana yang sedap dipandang mata. Rumah-rumah Queenslander, taman bermain yang asri, cerobong asap pabrik gula, menyambut kedatangan kami yang baru pertama kali menjejak di sana.

 

chimneys from sugar cane factory

 

Usai melewati cerobong asap, anak saya bertanya (entah sudah berapa kali) lagi, “Are we there yet?” Kami cuma menjawabnya dengan tawa. Dia merengut, karena memang sungguh-sungguh bertanya dan kecewa tak mendapat jawaban.

Setelah penunjuk jalan menampilkan tulisan MacKay, barulah kami bisa menjawab, “Alhamdulillah, we’re at MacKay now.” Dan bungsuku tersenyum puas.

MacKay, kota pantai berpenduduk sekitar 75 ribu jiwa ini, termasuk kota besar di wilayah Central Queensland. Populasi penduduk Muslimnya juga cukup banyak. Sedangkan di Emerald jumlah keluarga muslim bisa dihitung dengan jari. Artinya, di MacKay kami bisa mengunjungi masjid. Yay. Alhamdulillah.

 

MacKay Islamic Centre

 

Sebelum mengunjungi pantai, masjid adalah tempat pertama yang kami datangi untuk menunaikan shalat Dzuhur (dan menjama’ qashar Ashar). Lelah sepanjang perjalanan, langsung sirna oleh adanya toilet ber-water spray (kalau pipis di toilet umum Australia, bisa beristinja’dengan tissue basah sudah bagus. Itu pun harus bawa sendiri, karena yang disediakan cuma tissue toilet biasa. Tanpa air tentunya) dan basuhan air wudhu.

Usai shalat, meregangkan otot dan lari-lari (gaya anak-anak dalam meregangkan otot), kami melanjutkan sedikit lagi perjalanan. Menuju pantai, lalu setelah itu menuntaskan istirahat di hotel.

 

Harbour at MacKay (silly that I forgot the name)
Definitely not a good time to swim as jellyfish could show up

 

Perjalanan ini belum usai. Karena masih ada beberapa kota lagi yang akan kami kunjungi dalam satu minggu liburan ini. Sampai ketemu di catatan selanjutnya.

Share:

6 Comments

  1. evrinasp
    November 18, 2015 / 7:28 am

    pelabuhan di Australia gak sekotor di kita ya mbak, airnya masih biru. Kalo soal asap hasil pabrik gula itu sama hehe

    • Anne Adzkia
      November 18, 2015 / 7:32 am

      Iya mbak Ev. Perariran australia (baik sungai, danau maupun laut) aturannya ketat.

    • Anne Adzkia
      November 26, 2015 / 2:30 pm

      Awannya memang jarang mampir. Itu lagi winter. Langintnya berawan biasanya saat summer 🙂

  2. fee
    November 30, 2015 / 6:48 am

    Aduh asap sugar canenya…blognya asyik mba..salam..

    • Anne Adzkia
      November 30, 2015 / 8:04 am

      Makasih mbak ^^

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *