Mencoba Positif Agar Jauh dari Masalah Psikosomatis COVID19

Mencoba Positif Agar Jauh dari Masalah Psikosomatis COVID19

Sekitar tahun 97-98, saya lupa tepatnya, kamu mungkin belum lahir. Saat itu saya sudah kuliah dan tengah mempelajari ilmu Parasitologi. Materi kuliah dan praktikum yang saya pelajari adalah tentang cacing yang bisa tumbuh sebagai parasit di tubuh manusia.

Nggak usah saya jelaskan secara detil bagaimana klasifikasi cacing mulai dari yang ukurannya besar sampai yang tak kasat mata, alias mikrobiologis dan harus dilihat menggunakan mikroskop. Kesan yang saya tangkap usai kuliah hari itu adalah, saya mendadak merasa cacingan.

Pulang kuliah, saya beli beberapa merk obat cacing. Meski sudah minum obat, saya tetap merasa nggak nyaman di beberapa area tubuh, yang seolah menunjukkan gejala cacingan. Dan ini bikin saya nggak fokus dalam beberapa hari.

Kondisi seperti ini bisa disebut sebagai gangguan psikosomatis, dimana secara psikologis kita merasa memiliki gejala suatu penyakit, namun sebenarnya nggak sakit. Ini bisa merupakan gangguan kecemasan, karena kita khawatir akan satu penyakit yang benar-benar terjadi pada tubuh kita.

Pada tingkat tertentu, gangguan kecemasan ini bisa menurunkan daya tahan tubuh kita sehingga kita malah benar mengalami penyakit tertentu.

***

Saat ini dunia tengah dilanda pandemik global COVID-19. Di Indonesia hingga tanggal 30 April 2020, ketika saya membuat tulisan ini sudah mencapai 10.119 kasus pasien positif dengan pasien yang meninggal dunia sebanyak 792 orang. Sebuah kasus yang sangat besar dalam sejarah wabah di Indonesia.

Sejak awal Januari, ketika dunia mulai mendengar kabar munculnya kasus pertama di Wuhan, Tiongkok. Kita disuguhkan oleh beragam informasi mengenai Virus Corona ini, mulai dari ciri ciri virus corona, bagaimana menghindari penularannya hingga kondisi terkini bagaimana kasus ini menyebar ke seluruh belahan dunia.

Saya sendiri mengikuti update berita ini setiap hari. Ya setiap hari, dari beragam portal berita, vlog hingga media sosial. Banyak orang yang bilang, stop membaca terlalu banyak berita, nanti kamu bisa terkena masalah psikosomatis, paraniod atau segala bentuk kecemasan. Namun kenyataannya, saya malah khawatir kalau kurang update.

Apalagi ketika kasus pertama muncul juga di Indonesia, antara penasaran dan parno sebenarnya. Tapi saya memang merasa perlu tahu bagaimana Indonesia bereaksi terhadap masalah ini.

Apakah saya mengalami gejala psikosomatis terhadap COVID-19?

Ya, pernah. Ceritanya, saya membeli snack di supermarket. Sampai di rumah, karena sangat ingin makan snack tersebut, saya langsung membukanya tanpa mencuci bungkusnya terlebih dahulu. Setelah separo jalan, baru saya sadar dan terlambat.

Hasilnya, semalaman saya merasa dada sesak dan tenggorokan nggak enak saat menelan. Saya dihinggapi gelisah dan perasaan nggak nyaman. Tapi anehnya, ketika saya sibuk dan lupa, nggak terasa apa-apa tuh. Jadi sejak saat itu, saya coba tepiskan segala rasa takut dan berhenti dahulu membaca berita apapun tentang virus corona.

***

Mencegah tentu lebih baik daripada mengobati. Meskipun penyakit bisa datang pada siapa saja, tapi kita bisa melakukan perlindungan ekstra agar nggak terpapar Virus Corona dan nggak mengalami masalah psikosomatis yang bisa menurunkan daya tahan tubuh kita.

cegah psikosomatis covid19

Buat teman-teman yang sudah menjaga diri dengan melakukan karantina bersama keluarga, rasanya kita nggak usah khawatir berlebihan selama kita menjaga jarak (physical distancing) dengan orang lain dan senantiasa menjaga kebersihan.

Namun, kita tetap harus peka terhadap tanda-tanda pada tubuh kita. Adakalanya kita nggak enak badan atau punya gejala-gejala yang memerlukan bantuan dokter. Seperti yang dialami oleh adik saya beberapa pekan lalu. Badannya mendadak demam selama lebih dari 5 hari dan menunjukkan tanda-tanda Demam Berdarah.

Dia langsung mengontak saya, karena saya adalah tenaga kesehatan meskipun sedang nggak aktif berprofesi. Namun karena bidang saya Kedokteran Gigi, tentunya saya nggak bisa memberikan diagnosa apalagi memberi saran obat-obatan. Tetap perlu dokter yang sesuai dengan standar kompetensi untuk menegakkan diagnosanya.

Namun di masa wabah ini, dia nggak berani periksa ke dokter. Alhamdulillah ada aplikasi Halodoc, yang menyediakan fasilitas konsultasi dengan tenaga medis pilihan, bahkan bisa konsultasi secara langsung. Adik saya disarankan untuk periksa lab darah secara berkala dan memantau perkembangan kesehatannya secara mandiri.

Di hari ke-7, alhamdulillah demamnya turun dan hasil lab menunjukkan negatif terhadap pemeriksaan Dengue dan dokter memberi diagnosa yang menenangkan. Alhamdulillah, adik kembali sehat tanpa perlu berurusan dengan Rumah Sakit yang saat ini sangat rentan sebagai tempat penularan Virus Corona ataupun infeksi-infeksi nosokomial lainnya.

psikosomatis covid19

***

Kesehatan mental nggak kalah pentingnya. Di masa karantina yang cukup panjang, tentu kita akan berhadapan dengan rasa jenuh, lelah, gerah dan gatal ingin berpergian. Ingin ketemu orang lain, hangout di tempat nongkrong atau sekedar jajan street food. Sayangnya, kita harus sebisa mungkin bersabar dan menahan diri sebesar apapun keinginan itu, demi memutus penularan COVID-19.

Buat saya, satu kunci utama untuk berdamai dengan keadaan adalah terus berpikir positif dan memanfaatkan waktu bersama keluarga dengan melakukan banyak hal yang menyenangkan, seperti berdiskusi, memasak atau berkebun. Apalagi sekarang bulan Ramadhan, dimana kita punya banyak kesempatan untuk beribadah tanpa banyak tuntutan aktivitas, sehingga banyak waktu kita untuk memacu ibadah lebih tenang.

Selamat menjalankan ibadah di bulan Ramadhan, semoga kita selalu sehat dan bahagia.

 

Share:

3 Comments

  1. May 1, 2020 / 7:02 am

    Itulah pentingnya vibrasi positif.
    Ketika kita banyak membaca atau menonton berita yang akhirnya membuat kita cemas, itu berarti kita sudah terkena vibrasi negatif.

    Saya sih udah gak pernah lagi cari tau berita tentang Corona, kecuali yang mengedukasi.

    Btw saya pun udah donlot app Halodoc, membantu banget dengan informasinya.

    • Anne Adzkia
      May 10, 2020 / 12:56 am

      Iya mbak, Halodoc membantu kita untuk konsultasi kesehatan tanpa perlu ke RS langsung saat ini.

  2. January 14, 2021 / 1:40 pm

    Makasih infonya kak. Memang benar kata dosen saya juga there is no real health without mental health. Semoga bisa saya terapin di kehidupan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *