
Semalam saya dan suami mencoba sebuah tes psikologi yang bisa menentukan core true self dan developed self kita. Maksudnya core true self adalah karakter bawaan yang kita miliki sejak lahir, sedangkan developed self merupakan karakter yang terbangun karena tempaan dan pendidikan oleh lingkungan sejak kita kecil hingga sekarang.
Awalnya, saya merasa sebagai seorang extraverted person (sebagai core true self), karena saya orangnya cenderung ekspresif dan tidak suka menyimpan masalah sendiri, dan karena tempaan lingkungan, sekarang saya menjadi introverted (sebagai developed self). Ternyata malah sebaliknya.
Karena yang dimaksudkan sebagai introvert disini adalah pusat perhatian kita atau energi utama yang membuat kita hidup berasal dari dalam diri, yaitu berupa pikiran dan refleksi (perenungan). Sedangkan extravert, energi pendorongnya adalah lingkungan, yaitu dunia luar baik berupa orang lain ataupun benda.
Nah, berangkat dari situ, saya jadi mengingat-ingat masa kecil saya dulu. Apakah ini ada hubungannya dengan cara bermain dan permainan kesukaan? Karena di saat anak-anak lain senang main hujan-hujanan, pramuka (camping) atau main di lapangan, saya lebih suka melakukan permainan di dalam rumah.
Ya, saya indoorsy banget. Lebih suka main boneka-bonekaan, mainan baju-bajuan, masak-masakan, board game dan sejenisnya. Walaupun, saya punya juga pengalaman bermain di lapangan seperti main gobak sodor/galasin, petok lele, lompat karet, bola gebok, tap benteng dan sebagainya.
Duuh, menyebutkan nama-nama permainan ini bikin kangen masa kecil, ya. Di masa sekarang beragam permainan itu makin punah seiring dengan beralihnya permainan anak-anak ke gadget elektronik.
Karena saya tipenya pemkir, saya menyukai satu permainan yang bentuknya strategi, yaitu Monopoli. Dulu saya sering bermain dengan kakak sepupu dan sering banget dicurangin. Entah kenapa, dia selalu menang dan saya merasa kemenangan yang beruntun itu akibat curang (padahal belum tentu, ya). Mungkin memang saya selalu salah strategi aja, kapan waktunya membeli properti, properti mana yang menjadi prioritas, dan kapan waktu yang tepat membelanjakan uang. Akibatnya, saya sering bangkrut.
Kami bisa bermain seharian, karena game ini baru berakhir kalau salah satu pemainnya bisa membuat pemain lain bangkrut. Dan semakin banyak pemainnya (maksimal 4 orang) maka makin lama pula menunggu para pemainnya bangkrut.
Kalau ada yang belum pernah bermain game ini, saya beri gambaran sedikit, ya.
Monopoli merupakan salah satu jenis board game yang berkorelasi dengan transaksi jual beli. Pemain harus menguasai kavling-kavling yang tersedia di papan permainan, dengan membeli lahan, dan rumah/hotelnya. Juga ada perusahaan-perusahaan yang harus dimiliki.
Pemain yang sudah memiliki properti ini berhak atas uang sewa jika pemain lain menggulirkan dadu dan berhenti di atas propertinya. Semakin banyak rumah di atasnya maka semakin mahal harga properti itu.
Kalau salah satu pemain tidak mampu lagi membayar sewa yang dibebankan kepadanya, dan seluruh properti miliknya habis terjual, maka dia dikatakan kalah atau bangkrut. Sebaliknya, pemain yang berhasil menguasai atau memonopoli properti akan menjadi pemenang.
Kenapa saya suka bermain monopoli:
- Permainannya dilakukan di dalam rumah.
- Permainan strategi yang membuat kita harus berpikir. Ini seperti mainan jual-jualan. Kadang kalau saya takut kalah (lagi), saya memilih berperan sebagai petugas bank yang mengurus transaksi penjualan.
- Permainannya seru banget, kadang bikin kita heboh saat nunjukkin ekspresi senang atau kesal karena harus membayar sewa.
- Bisa jadi tempat latihan berhitung uang.
***
Salah satu anak saya ternyata ada yang mewarisi sifat saya, yang tidak suka main ke luar rumah dan suka permainan board game. Dan dia punya permainan favorit yang sama seperti saya (selain main game di gadget, tentunya).
Tapi monopoli yang kami punya saat ini berbeda dengan yang saya punya dahulu kala. Selain karena belinya saat kami masih di Australia yang artinya, semua berbahasa Inggris, beberapa aturan mainnya juga berbeda. Namanya Empire Monopoly.
Aturan main yang berbeda, diantaranya:
- Tidak memperjualbelikan properti yang menyangkut tanah, rumah dan hotel, tapi kepemilikan perusahaan multinasional seperti Coca cola, Yahoo, Samsung, dan sebagainya.
- Mata uangnya dollar. Iya lah ya.
- Nggak pakai halma, tapi pakai minifigure yang menggambarkan beberapa perusahaan yang ada dalam permainan, seperti mobil, botol softdrink, frenchfries, dan sebagainya.
- Masing-masing pemain memiliki tower yang harus diisi sampai ke puncaknya. Ini diisi dengan blok-blok lambang perusahaan yang harus kita beli. Ukuran bloknya berbeda-beda sesuai harga. Kalau perusahaan tersebut harganya mahal, maka bloknya besar. Kalau kita membeli blok-blok yang besar, maka akan cepat sampai puncak tower.
- Kemenangan diukur dari siapa yang mengisi tower tersebut sampai puncaknya, meskipun pemiliknya sudah nggak punya uang.
- Ada beberapa aturan permainan lain yang juga berbeda, tapi nggak bisa saya sebutkan satu persatu.
Nah, kami masih sering bermain board game ini sampai saya membaca suatu tulisan di sebuah website Islam. Tulisan ini menjelaskan bahwa ada hadits Rasulullah SAW yang menyatakan bahwa permainan yang menggunakan dadu itu tidak boleh dilakukan. Dan kami terlambat mengetahuinya.
Namun, ini merupakan kewajiban seseorang yang beragama untuk mematuhi aturan syariat agamanya tersebut, suka atau tidak suka. Dan anak saya sempat kecewa karena saya minta untuk menahan diri dulu nggak bermain monopolinya sampai saya menemukan jawaban dari Ustadz mengenai syariat permainan ini.
Apapun jawabannya nanti, kami harus mendengar dan menaatinya, bukan? Karena permainan yang menyenangkan buat kami dan anak-anak masih banyak kok. Kami masih suka main congklak, main tebak nama-nama berdasarkan alfabet, petak umpet, main sepeda, dan tebak gambar.
Kalaupun nanti kami nggak bisa lagi bermain, tapi paling tidak saya punya kenangan seru tentang main monopoli sambil berantem dengan kakak sepupu yang menurut saya mainnya selalu curang itu. Itu menjadi sesuatu yang asyik untuk diceritakan kembali setiap saya ketemu dia.
“Tulisan ini diikutkan dalam Giveaway Permainan Masa Kecil yang diselenggarakan oleh Mama Calvin dan Bunda Salfa”
Adudududuh masa harus bersaing dengan tulisan sekelas ini? Kibarin bendera putih ajadah dari sekarang. ????????????
Eh memang gak boleh ya Mbak main permainan pake dadu? Baru tahu saya. Makasih ilmunya Mbak.
Baru baca Daaan. Sebelum posting ini aku browsing dulu, ternyata ada haditsnya. Ntar deh aku tanya Ustadzah dulu ya
nah kalau mono[oli itu harus bisa atur strategi, tapi kadang terbentur dadunya juga ya
Hiks iyaa
aku dlu jg suka main monopoli mbk, maen sm kakak sepupu. permainannya selese kalok adaa indikasi aku bakal kalah, hehehe
Kenapa kita selalu jd pihak yg kalah? Kenapa?
salah satu pilihan permaianan yang bisa dimainkan di rumah ya Mbak Anne, cocokbuat aku juga yang agak malas main di luar. Terima kasih sudha ikutan GAnya ya
Sama2 mb Lidya
Ini dia mainan yang bikin aku kaya raya hahaha kapan lagi bisa beli hotel, rumah, pelesiran ke yurop atau Australia *uhuk* tapi… aku juga bisa dipenjara muahahahaha
Wkwkwkwk aku mah mainan aja bangkrut. Gak bakat dagang ini mah.
duh aku jadi kangen permainan ini
😀 😀
dulu waktu kecil suka banget main ini.. kalo mainnya banyakan ama sepupu-sepupu bisa 2 hari baru beres hahahaha…
huahahaha lama banget 2 hari
Saya dulu kadang bernostalgia main monopoly di komputer, tapi tetap sih ya, enakan main kalau ada temannya dan ada bentuk fisik monopolynya. Ditunggu updatenya soal permainan dengan dadu Mbak.
Insya Allah mbak. Jd deg2an juga nih main dadu
aku ga terlalu suka main monopoli mbak, lamaaaaa, bagi2 uang dulu, trus pas main mesti ngitung2 dulu kalo kena denda, hedeh KZL hahahaha
Hehehe..gpp Rin, aku jg gak main lagi nih terkait hadits permainan dadu itu.
saya kalo main monopoli selalu kalah mba 🙂
Hahaha tosss mbak
wooowww permainan ini yg selalu membuat aku jadi kayaaa…
senengnyaaaa…
Dan aku jadi jatuh miskin ;p
Seru banget yaaa berasa jadi boss yahoo gitu bisa jual beli hihihihi
Iya dong mbak. Hihihi
Waktu kecil suka banget main sekolah-sekolahan, dan aku suka banget jadi guru.
Dinding rumah penuh corat-coret, dan herannya mama tak pernah menegur kami.
Bisa dibayangkan betapa semaraknya dinding rumah dengan hiasan “grafiti”.
Namun profesi sekretaris menjadi awal pembuka karir di usia dewasa, dan aku sangat menikmatinya.
Jauh banget yaa 😉
haha monopoli ya.. permainan favorit bareng temen2 sewaktu kecil dlu.. betah seharian.. haha