
Sebelum saya tinggal di Aussie, saya menetap selama 3 tahun di sebuah kota kecil di Kalsel. Di sana nggak aneh melihat anak-anak SD mengendarai kendaraan bermotor roda 2 di jalan raya. Alasan utamanya, karena di sana nggak ada angkot. Semua pakai alat transportasi pribadi, dan mungkin orang mulai malas bersepeda. Jadi ramailah pengguna motor di mana-mana.
Ternyata, fenomena ini terjadi juga di kota besar. Dulu saya mengira hanya ada di daerah terpencil, yang rada-rada kebal hukum. Ternyata, di kota besar (Jakarta, Bandung, dan lain-lain) malah lebih berani lagi. Pengemudi di bawah umur mengendarai mobil. Beberapa bahkan pakai mobil mewah.
Saya aja, baru mulai berani bawa mobil sendiri pada usia uzur begini. Jujur, berhadapan dengan dunia lalu lintas itu konsekuensinya berat. Ada tanggung jawab yang sangat besar pada hak tubuh kita, pada sesama pengguna jalan dan pada jiwa-jiwa yang sedang bersama kita.
Kalau saya, yang posisinya sebagai emak-emak, pasti akan ada bocah-bocah yang ikut bersama saya saat bepergian. Tanggung jawab ini, bukan hanya tentang keselamatan. Tapi juga tentang attitude berkendaraan.
Saya mulai berani mengendarai kendaraan bermotor awalnya karena terpaksa. Karena nggak ada orang lain yang bisa diandalkan untuk mengantar saya kesana-kemari. Nggak ada angkot atau kendaraan umum lainnya, nggak bisa terus menerus menunggu suami mengantar dan nggak mau maksa jalan kaki puluhan kilo meter.
Awalnya, nekad bawa motor. Lalu bertahun kemudian, terpaksa pula bawa mobil. Dan tetap, di area-area tertentu, saya selalu deg-degan kalau harus nyetir.
Pertama kali nyetir, justru ketika saya sudah berada di Australia. Ya itu, terpaksa. Nggak ada kendaraan umum, dan HARAM hukumnya membonceng anak-anak pakai motor. Jangankan motor, bonceng anak pakai sepeda aja aturannya banyak. Ada prosedur keselamatan yang harus dipatuhi. Nggak ada kompromi, dan kalau melanggar bisa kena denda sangat mahal atau masuk penjara.
Di Australia ini, aturan berkendaraan itu sangat ketat.
Ada beberapa yang saya ingat:
1. Driving Licence.
Sudah pasti. Bisa besar konsekuensinya kalo nekad nyetir tanpa SIM. Untuk mobil pribadi, SIM dibedakan dalam dua tipe. SIM untuk mobil manual (bisa dipakai untuk mobil automatic dan manual) dan SIM untuk mobil automatic saja.
Untuk dapetin SIM, nggak gampang. Nggak ada tuh istilah nembak atau nitip.
Kalau kita pengguna pemula, kita harus mengikuti kursus nyetir dulu di driving academy selama 100 jam dan/atau ditemani pendamping. Mobil kita harus diberi label L, yang artinya Learner.
Setelah lulus masa plat L, boleh naik tingkat ke plat P yang artinya Probation. Kalau nggak salah, plat P ini ada beberapa tingkat yang harus dilewati selama 3 tahun. Baru resmi dapat SIM. Widih, susah kan. Batas minimal usia 16 tahun. Dan pemakai plat L dan P ini hanya boleh memasuki area dengan di bawah 80 km/jam. Artinya, gak boleh lewat jalan tol/highway/motorway.
Nah, kalau seperti saya yang sudah punya SIM sebelumnya (bisa dari negara lain), tetap harus melalui tes tertulis dan tes praktik. Tes praktik ini, kita harus mengendarai lalu lintas dengan didampingi assessor atau penguji dan mengikuti instruksinya.
Jangan dikira gampang. Tes ini lumayan ketat. Kita harus mengumpulkan skor tertentu baru dinyatakan lulus. Nggak boleh tuh ada acara kedip-kedip mata alias nyogok.
Setelah itu, baru deh dapat SIM.
2. Pelanggaran aturan lalu lintas.
Saya belum pernah melanggar. Tapi suami pernah, driving melebihi speed limit.
Di sepanjang jalan (baik jalanan kota besar sampai outback, pasti ada rambu yang menyatakan batas aturan kecepatan). Nggak bisa dilanggar. Kenapa? Karena di jalan tersebar kamera atau polisi yang menyamar untuk mengecek berapa kecepatan kita. Kalau kita melanggar dengan berkendara sekitar 10 km/jam diatas batas, dendanya $100-200. Atau Satu-Dua Juta Rupiah. Dibayar langsung ke rekening resmi dinas transportasi.
Waktu itu, suami nggak nyadar kalau dia lewat speed limit sampai tiba-tiba ada surat ke rumah yang menyatakan kena tilang dan harus bayar denda.
Kalau melewati speed limitnya banyak, kita bisa kena denda diatas $2000 atau Dua Puluh Juta Rupiah plus dicabut SIMnya selama setahun. Kalau sempat melanggar lagi, kena tambahan denda mencapai $4000 dan pepanjangan penahanan SIM.
Parkir pun nggak bisa semaunya. Saya pernah kena denda lebih dari $200 lho, gara-gara kelamaan parkir di tempat bertanda khusus. Ampun deh.
Ada satu hal yang selalu saya ingat. Pengendara lain nggak akan peduli kalau kita kurang hati-hati. Misalnya di sebuah roundabout atau putaran berbentuk lingkaran. Kita wajib berhenti sebelum memasuki area roundabout itu, dan melihat ke arah kanan. Apakah ada mobil yang lebih dulu mulai masuk. Kita nggak perlu perhatikan mobil di sebelah kiri, karena kewajiban mereka melihat ke arah kita.
Artinya, mobil di sebelah kanan kita pun nggak melihat ke arah kita, karena concern diapun arah kanannya. Dan dia akan tetap melaju, kalau memang waktunya dia untuk melaju. Kalau kita kurang hati-hati, misal nggak nyerobot di putaran itu, sudah pasti akan tabrakan. Dan oleh polisi, kita akan jadi pihak yang salah meski yang menabrak adalah mobil di kanan kita.
Hehehehe, bingung ya bayanginnya. Pokoknya gitu, deh.
3. Seatbelt.
Semua penumpang yang ada di dalam mobil wajib pakai seatbelt. Bagaimana dengan anak-anak, karena seatbeltnya akan terpasang nggak tepat melintang dadanya. Nah, anak-anak tetap wajib pakai seatbelt. Untuk anak toddler sampai usia 8 tahun, wajib pakai seatbooster (carseat khusus toddler) untuk meninggikan kursi supaya seatbelt bisa terpasang tepat melewati bahu dan dada. Untuk anak 8 – 11 yang tinggi badannya masih rendah sehingga seatbelt belum pas, harus memakan harness (belt khusus).
Anak-anak nggak boleh duduk di bangku depan. Baik sendiri ataupun pakai carseat. Apalagi dipangku orang tua.
Bayi wajib pakai carseat.
Nggak boleh meninggalkan anak-anak di dalam mobil tanpa pengawasan dewasa. Kalau ketahuan, bisa masuk ke dalam tindakan kriminal.
4. Ponsel
Kalau lagi nyetir terlihat bawa ponsel (meski pegang doang, apalagi pakai) bisa kena sanksi, berupa uang dan pemotongan point. Jadi pengendara itu punya nilai poin, minimal sekian. Kalau kita dapet sanksi, poinnya akan dipotong. Dan kalau melewati batas tertentu, artinya izin mengemudi dicabut.
Wah, masih banyak aturan-aturan lain yang tertulis maupun tidak tertulis. Nggak ada negosiasi kalau kita sudah dianggap melanggar. Semua tanda-tanda di jalan raya adalah aturan wajib, tanpa kompromi.
Bukan hanya mobil, tapi juga sepeda, motor, caravan, trailer maupun boat, punya aturan masing-masing yang sifatnya wajib.
Kalau ingin tahu lebih lanjut aturan lalu lintas di Austrlia khususnya wilayah Queensland, bisa dilihat di sini.
Jadi, mari kita belajar dari kasusnya Ahmad Dhani tentang hukum dan peraturan lalu lintas. Tanggung jawab siapa?